Kamis, 07 Februari 2008

Banjir 1 Februari 2008

Berawal dari hujan yang cukup deras selama kurang lebih 36 jam mulai tanggal 31 Januari 2008 di kota kami "jakarta" terjadi musibah yang pernah terjadi di bulan yg sama ditahun 2007. Kejadian ini memang mematahkan prediksi yang mengatakan banjir per 5 tahun. Dari kejadian ini maka kita sebagai warga jakarta, sudah semestinya tidak menganggap bahwa banjir adalah hal biasa atau kejadian langganan setiap tahun.


Secara ilmu ekonomi: Tidak akan terjadi kelebihan supply kalau permintaan terpenuhi dengan semestinya demikian sebaliknya. Kalau kita perhatikan foto di depan Sarinah Jl. Tamrin, Jakarta Pusat ini, diambil pada jam 10.00 Wib.



Bayangkan di jalan protokol yang memiliki nilai akses vital di Ibukota ini tergenang air hingga puncaknya sedalam pinggang orang dewasa. Bagaimana kalau debit air diterima lebih banyak lagi, saya rasa itu pasti akan terjadi. Sekarang pertanyaan adalah Apa Jakarta masih mau berlangganan untuk selanjutnya? kalau saja bisa pesanan debit air sesuai dengan permintaan, wah itu lebih baik. Tapi sayangnya tidak akan pernah terjadi, secanggih apapun teknologi yang dimiliki manusia.


Banjir ini terjadi karena manusianya masing-masing hanya mementingkan dirinya sendiri. Hukum-hukum alam sudah tidak dihiraukan lagi, terlalu bangga dengan kecanggihan teknologi yang dimiliki.


Jangan salahkan Banjir.... Banjir adalah alam, alam adalah tempat hidup manusia. Kalau manusia sudah mulai menghiraukan hukum alam maka alam akan menghiraukan hukum manusia.

Siapa yang lebih kuat.....mohon jangan dijawab.

Manusia adalah mahluk yang sangat lemah, sekarang kita coba renungkan bagaimana cara mengatasinya.

Dimulai dari konsep dasar menanggulangi genangan air di sekitar rumah kita, apa yang awal kita lakukan. Tentunya membuat saluran air yang cukup dan memastikan arahnya ke saluran yang lebih besar, sedapat mungkin tanah yang dimiliki tidak dibangun secara keseluruhan, ada lahan yang dibiarkan menjadi taman yang ditumbuhi aneka macam tanaman. Dipojok rumah disediakan tempat sampah, agar kita mudah membuang sisa makanan kita kesana. Selalu membersihkan kotoran yang tersangkut dan mencabut rumput2 liar yang tumbuh di saluran air.

Bagaimana kalau rumah kita berada di bawah ketinggian level air sungai, ini memang kendala dan nenek moyang kita jaman dahulu selalu menghindari membangun rumah di bawah level ketinggian air.

Paling yang bisa kita lakukan adalah membuat semacam kolam penampungan air disekitar rumah dan menyiapkan pompa mesin penyedot. Apabila terjadi hujan dengan debit air besar, sisa air yg tidak teresap oleh tanah ditampung dikolam kemudian apabila kolam penuh, maka pompa penyedot dijalankan, dan air dibuang ke aliran sungai.

Mungkin metode sederhana itu bisa juga dilakukan di kota Jakarta, yang katanya datarannya mendekati level ketinggian air laut. ini belum seberapa, bagaimana dengan negara lain seperti Belanda yang katanya dibawah level ketinggian air laut, tapi negara itu tidak ikutan langganan Sibanjir.

Tapi saya yakin metode ini sudah dicoba, namun presentasinya hanya sedikit....lebih banyak yang tidak perduli, yang penting SAYA aman katanya.


Mohon dengan hormat, jangan lagi mengeluh kalau suatu saat Jakarta Tenggelam selamanya... Naujubillahiminjalik. Mari kita lihat kejadian alam Lumpur Sidoharjo, masih juga merasa aman.

"Mencegah lebih baik dari pada mengobati" kata-kata itu amat manjur.